Senin, 04 Juni 2012

REVIEW Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi), Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004

# Sejarah Perkembangan Sosiologi #
Mengapa muncul suatu ilmu yang dinamakan sosiologi? Menurut Peter Berger pemikiran sosiologi berkembang mankala masyarakat menghidupi ancaman terhadap hal yang selama ini dianggap sebagai hal yang memang sudah seharusnya demikian, benar, nyata yang disebut threats to the taken-for-granted world (ancaman terhadap tatanan sosial).
1.      Para perintis sosiologi
Para pemuka pemikiran sosiologis terdiri atas sejumlah tokoh klasik seperti saint-Simon, Comte, Spencer, Durkheim, Weber, Mark, dan tokoh modern seperti Sorokin, Mead, Cooly, Simmel, Goffman, Homans, Thibant, dan Kelly, Blau, Parsons, Merton, Millls, Dah Ren Dorf, Coser, Dan Collirs.
2.      Antara pemikiran para perintis awal dan pemikiran para tokoh sosiologi masa kini terdapat suatu kesenambungan-suatu benang merah. Karena sebagian besar konsep pemikiran para tokoh sosiologi masa kini berakar pada pemikiran tokoh sosiologi klasik, seperti: Auguste Comte, Herbest Spencer, Emile Durkhim, Karl Mark dan Max Weber yang merupakan perintis sosiologi
3.      Dalam sosiologi, tokoh yang dianggap sebagai bapak sosiologi adalah Auguste Comte, dan nama “sosiologi” merupakan hasil ciptaannya. Comte adalah seorang ahli filsafat dari Perancis (17987-1857). Sosiologi berasal dari gabungan antara kata Romawi Socius dan kata Yunani logos. Coser (1977) mengisahkan bahwa Comte semula bermaksud memberiakan nama “social physics” bagi ilmu yang akan diciptakannya itu. Namun kemudian mengurangkan niatnya karena istilah tersebut telah digunakan oleh seorang tokoh lain, Saint Simon.
4.      Comte dianggap sebagai perintis positivisme. Di dalam bukunya Course de Philosophie Positive, Comte mengemukakan pendangannya mengenai “Hukum Kenajuan Manusia” atau hukum 3 jenjang“. Menurut ini, sejarah manusia akan melewati 3 jenjang yang mendaki : jenjang teologi, metafisika, dan poitif. Sedangkan ciri metode positif ialah bahwa kajian harus bermanfaat serta megarah ke kepastian dan kecermatan.
5.      Sambungan pikiran penting lain yang diberikan Comte adalah pembagian sosiologi ke dalam dua bagian besar: statika sosial (sosial statics) dan dinamika sosial (social dynamics). Statika sosial (social statics) adalah kajian terhadap kemajuan dan perubahan sosial.
6.      Karl Marx lahir di Trier, Jerman pada tahun 1818 dari kalangan rohaniawan yahudi. Pada tahun 1841 ia mengakhiri studinya di Universitas Berlin dengan menyeleaikan disertasi berjudul On the Differences between the Natural Philosophy of Democratis and Epicurus. Marx lebih dikenal sebagai seorang tokohb sejarah ekonomi, ahli filsafat dan aktivis yang mengembangkan teori mengenai sosialisme yang di kemudian hari dikeal deengan nama Marxisme daripada sebagai seorang perintis sosiologi. Sumbangan utama Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Menurut Marx perkembangan pembagian kerja dalam kapitalisme dan kaum proletar. Menurut ramalan Marx konflik yang berlangsung antara kedua kelas akan mendirikan suatu masyarakat tanpa kelas.
7.      Email Durkaim (1858-1917) merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif. Karya utamanya ialah, antara lain, The Division of Labor in Societu (1968), karya pertamanya yang terbentuk disertasi doktor, Rules of Sociological Method (1965)’ Suicide (1968), Moral Educatian (1973) dan the Elementary forms of the religions Life (1966), dan ia pun banyak menulis dalam majalah yang diterbitkannya L’innee Sociologique (1968).
8.      Buku The Devision of Labor in Society (1968) merupakan suatu upaya Durkheim untuk memahami fungsi pembagian kerja dalam masyarakat, serta untuk mengetahui faktor penyebabnya. Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara 2 tipe utama solidaritas.
a.   Solidaritas mekanik: merupakan suatu tipe solidaritas yang didsarkan atas kepercayaan dan setiakawan ini dilihat oleh apa yang oleh Durkheim dinamakan conscience collective (suatu sisitem kepercayaan dan perasaan yang menyebar merata pada semua anggota masyarakat)
b.   Solidaritas organik merupakan suatu sistem terpadu yang terdiri atas bagian yang saling tergantung laksana bagian suatu organisme biologi. Berbeda dengan solidaritas mekanik yang didasarkan pada hukum dan akal.
9.      Lanebat Laun pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas mekanik berubah menjadi sekunder organik.
10.   Dalam buku Rules of Sociologic Method (1965) Durkhaim menawarkan definisinya mengenai sosiologi menurut Durkheim, bidang yang harus dipelajari sosiologi adalah fakta.
11.   Buku Suicide (1968) merupakan upaya durkheim untuk menerapkan metode yang telah dirintisnya dalam rules of Sosiological Method untuk menjelaskan angka bunuh diri. Usaha untuk menjelaskan angka bunuh diri itu dilakukannya dengan mengumpulkan dan menganalisis dan kuantitatif.
12.   Kalau Comte dan ahli sosiologi lain yang mengikutinya membagi sosiolegi mejadi statika soal dan dinamika sosial. Maka dalam L’annee Sociologiqei Duekheim dan rekan-rekannya memperkenalkan pembaian lain. Berdasarkan pokok bahasannya sosiologi mereka klasifikasikan menjadi bagian yang terdiri atas sosiologi umum, Sosiologi agama, Sosiologi hukum dan moral, Sosiologi kejahatan dan statistik moral, Sosiologi ekonomi, morfologi sosial dan sejumlah pokok bahasan yang mencakup sosiologi estetika, teknologi bahasa dan perang.
13.   Max Weber (1864-1920) lahir di Jerman pada tahun 1864. Ia belajar ilmu hukum di Universitas Heidelberg dan pada tahun 1889 menulis disertasi berjudul A Contribution to the History of Medieval Business Organizations. Weber merupakan seorang ilmuan yang sangat produktif. Salah satu bukunya yang terkenal ialah The Protestant Etnic and the Spirit of Capitalism. Dalam buku ini ia mengemukakan tulisannya yang terkenal mengenai keterkaitan antara Etika protestian dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat.
14.   Sumbangan Weber yang tidak kalah pentingnya ialah kajiannya mengenai konsep dasar dalam sosiologi. Dalam uraiannya Weber menyebutksn pula bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memehami tindakan sosial.
# Pokok-Pokok Bahasan Sosiologi #
A.  Pandangan Para Perintis
1.      Entile Durkheim: fakta sosial
Menurut Durkheim fakta sosial merupakan cara bertindak, berpikir dan berperasaan, yang berada diluar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang mengendalikannya. Durkheim menyajikan sejumlah contoh, salah satu diantaranya adalah pendidikan anak: sejak bayi seorang anak diwajibkan makan, minum, tidur, pada waktu tertentu; diwajibkan taat dan menjaga kebersihan saat keterangan; diharuskan tenggang rasa terhadap orang lain;  menghormati adat dan kebiasaan. Seorang anak yang tidak menaati cara diajarkan padanya akan mengalami sanksi drai suatu kekuatan luar.
2.      Max Weber: tindakan sosial
Bagi Weber sosiologi ialah suatu ilmu yang mempelajari tiindakan sosial. Namun menurutnya tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabdengan orang lainila tindakan tersebut dilakukan dengan memmpertimbangkan perilaku orang lain, dan berorientasi pada perilaku orang lain. Menurut Weber, suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Karena sosiologi betujuan memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dari akibat tertentu, sedangkan setiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna seubjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya di tempat pelaku untuk dapat menghayati pengalamannya (“put one’s self imaginatively in the place of the actor and thus sympa the tically to participate in this experinces”)
B.     Pandangan Ahli Sosiolofgi Masa Kini
1.      C. Wirght Mills: the sosiologycal imagination
Seorang ahli sosiolaogi, C. Wirght Mills, berpandangan bahwa untuk dapat memahami apa yang terjadi di dunia maupun apa yang ada dalam diri sendiri manusia memerlukan apa yang dinamakannya imajinasi sosiologi (sosiological imagination). Menurut Mills sociologisal imagination ini akan memungkinkan kita untuk memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya. Mills berpendapat bahwa untuk melakukan sociological imagination diperlukan dua peralatan pokok, apa yang dinamakan personal troubles of milien dan public issues of ocial structure.

2.      Peter Berger
Dalam bukunya yang berjudul Invitation to sociology (1978), Berger mengajak kita untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai sosiologi. Berger mengajukan berbagai citra yang melekat pada ahli sosiologi, yaitu sebagai seorang yang suka bekerja dengan orang lain, menolong orang lain, melakukan sesuatuuntuk orang lain, seorang teoritikus dibidang pekerjaan sosial, sebagai seseorang yang melakukan reformasi sosial; seseorang yang pekerjaannya mengumpulkan data statistik mengenai perilaku manusia. Berger mengemukakan bahwa berbagai citra yang dianut orang tersebut tidak tepat, keliru dan menyesatkan.
Menurut Berger seorang ahli sosiologi bertujuan memahami masyarakat, tujuan bersifat teoristik, yaitu semata- mata memahami. Berger berpendapat bahwa daya tarik sosiologi terletak pbaran lain ada kenyataan bahwa sudut pandang sosiologi memungkinkan kita untuk memperoleh gambaran lain mengenai dunia yang telah kita tempati sepanjang hidup kita.
Suatu konsep yang disoroti Bergerb ialah konsep “ masalah sosiologis”. Menurut Berger suatu masalah sosiologi tidak sama dengan suatu masalah sosial. Masalh sosiologis menurut Berger, menyangkut pemahaman terhadap interaksi sosial.
# SOSIALISASI #
Peter Berger (1978) lahir manusia mencatat adanya perbedaan penting antara  manusia dengan makhluk lain. Seluruh perilakunya dikendalikan oleh naluri yang diperoleh sejak awal hidupannnya, maka disaat lahir manusia merupakan makhluk tak berdaya karena dilengkapi dengan naluri yang relatif tidak lengkap. Oleh sebab itu  manusia kemudian mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak di isi oleh naluri. Keseluruhan kebiasaabnn yang  dipunyai manusia tersebut; dibidang ekonomi, kekeluargaan, pendidikan, agama, politik, dsb, harus dipelajari oleh setiap anggota baru suatu masyarakat melalui suartu proses yang dinamakan sosialisasi (socialization).
Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai “a proces by which a child learns to be a participant member of society” proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yaang berpartisipasi dalam masyarakat. Definisi ini disajikannya dalam suatu pokok bahasan judul society in man; dari sini tergambar pandangannya bahwa melalui sosiolisasimasyarakat dimasukkan ke dalam manusia.
Beberapa orang ahli sosiologi berpendapat bahwa yang diajarkan melalui sosialisasi ialah peran-peran oleh sebab itu teori sosialisasi sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori mengenai peran.
a.   Pemikiran Mead
Salah satu teori peran yang dikaitkan dengan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972), Mead menguraikan tahap pengembangan diri (self) manusia. Menurut Mead pengembangan diri manusia ini berlangsung melalui beberapa tahap: tahap play satge, tahap game stage dan tahap generalized other.
Menurut Mead setiap anggota baru masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada dalam masyarakat, suatu proses yang dinamakannya pengambilan peran (role taking). Dalam proses ini seseorang belajar untuk mengetahui peran yang harus dijalankannya orang lain. Melalui penguasaan peran yang ada dalam masyarakat ini seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain.
b.  Pemikiran Cooly
Pandangan lain yang juga menekankan pada peran interaksi dalam proses sosialisasi tertuang dalam buah pikiran Charles H. Cooley. Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain oleh Cooley diberi nama looking-glass self.
Cooley berpendapat bahwa looking-glass self terbentuk melalui 3 tahap. Pada tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenai pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilaian orang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapannya. Karena kemampuan seseorang untuk mempunyai diri, untuk berperan sebagai anggota masyarakat tergantung pada sosialisasi, maka seseorang yang tidak mengalami sosialisasi tidak akan dapat berinteraksi dengan orang lain.
c.   Agen Sosialisasi
Dalam sosiologi kita berbicara mengenai agen-agen sosialisasi (agents of socialization) pihak yang melaksanakan sosialisasi. Fuller dan Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasi 4 agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media masa, dan sistem pendidikan.
1.   Keluarga
Pada awal kehidupan manusia biasanya agen sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara kandung.  Pada masyarakat mengenai sistem keluarga luas (extended family) agen sosialisasi bisa berjumlah lebih banyak. Di kalangan lapisan menengah dan atas dalam masyarakat perkotaan kita seringkali pembantu rumah tangga pun sering memegang  peran penting sebagai agen sosialisasi anak, setidak-tidaknya pada tahap-tahap awal.
Gertrude Jaeger (1977) mengemukakan bahwa peran agen sosialisasi pada tahap awal ini, terutama orang tua, sangat penting. Arti penting agen sosialisasi pertama pun terletak pada pentingnya kemampuan yang diajarkan pada tahap ini. Untuk dapat berinteraksi dengan significant others pada tahap ini seorang bayi belajar berkomunikasi secaraa verbal dari nonverbal.
2.   Teman Bermain
Setelah mulai dapat berpergian, seorang anak memperoleh agen sosialisasi lain.: teman bermain. Pada tahap inilah seorang anak memasuki game stage (mempelajari aturan yang mengatur peran yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok bermain pulahlah seorang anak mulai belajar niali-nilai keadilan).
3.   Sekolah
Agen bersosialisasi berikut tentunya dalam masyarakat yang telah mengenalnya adalah sistem pendidikan formal. Disini seseorang mempelajari hal baru yang belum dipelajarinya dalam keluarga ataupun kelompok bermain. Pendidikan formal mempersiapkannya untuk penguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi dengan orang tuanya.
Sejumlah ahli sosiologi memusatkan perhatian mereka pada perbedaan antara sosialiasi yang berlangsung dalam keluarga dengan sosialisasi sosialisasi pada sistem pendidikan formal. Robert Dreeben (1968) berpendapat bahwa yang dipelajari anak di sekolah, di samping membaca, menulis dan berhitung. Mereka juga belajar atuaran mengenai kemandirian (indenpendence), prestasi (achievement), universalisme (universalism), dan spesifisitas (specificity). Menurut Dreeben di sekolah seseorang anak harus belajar untuk mandiri.
4.   Media Masa
Light, Keller dan Calhoun (1989) mengemukakan bahwa media masa yang terdiri dari media cetak (surat kabar, majalah) maupun elektronik (radio, TV, film, internet) merupakan bentuk komunikasi yang menjangkau sejumlah besar orang. Media masa diidetifikasikan sebagai suatu agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya. Peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penerapan masyarakat pun memberi peluang bagi media masa untuk berperan sebagai agen sosialisasi, yang semakin penting. kesadaran akan arti penting media masa bagi sosialisasi pun telah mendorong para pendidik untuk memanfaatkan media masa.
d.  Kesepadanan Pesan Agen Sosialisasi Berlainan
Pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi yang berlainan tidak selamanya sepadan satu dengan yang lain. Apabila, pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi dalam masyarakat sepadan dan tidak saling bertentangan melainkan saling mendukung maka proses sosialisasi diharapkan dapat berjalan relatif lancar. Namun, apabila pesan berbagai agen sosialisasi saling bertentangan maka warga masyarakat yang menjalani proses sosialisasi sering mengalami konflik pribadi.
e.   Sosialisasi Primer dan Sekunder
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam kaitan inilah para ahli berbicara mengenai bentuk-bentuk proses sosialisasi seperti sosialisasi setelah  masa kanak-kanak, pendidikan sepanjang hidup, atau pendidikan berkesinambungan.
Beger dan Luckman (1967) mendefinisikan sosialisasi primer dengan sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil, melalui mana ia menjadi anggota masyarakat, sedangkan sosialisasi sekunder mereka definisikan sebagai proses berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah disosialisasi ke dalam sektor baru dari dunia objektif masyarakatnya. Setelah disosialisasi dini yang dinamakannya sosialisasi primer kita akan menjumpai sosialisasi sekunder. Sosialisasi antisipatoris merupakan suatu bentuk sosialisasi sekunder yang mempersiapkan seseorang untuk peran yang baru.
Salah satu bentuk sosialisasi sekunder yang sering dijumpai dalam masyarakat ialah apa yang dinamakan proses resosialisasi yang didhului proses yang berlangsung dalam intitusi total. Suatu bentuk desosialisasi dan resosialisasi yang banyak dibahas dikalangan ilmuwan sosial ialah praktek cuci otak (brainwashing).
f.    Pola Sosialisasi
Beberapa tahun yang lalu masyarakat kita dihebohkan oleh beberapa kasus hukuman fisik yang dilakukan orang tua terhadap anak mereka yang dinilai tidak menaati perintah sehingga mengakibatkan kematian anak tersebut. Kasus ini merupakan contoh ekstrem satu pola sosialisasi yang oleh Jaeger (1977, dengan mengutip karya Bronfenbrenner dan Kohn).
Jaeger membedakan 2 pola sosialisasi. Menurutnya sosialisasi represif menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Dan sosialisasi partisipatoris, di phak lain, merupakan pola yang di dalamnya anak diberi imbalan manakala ia berprilaku baik.
# INTERAKSI SOSIAL #
Ø Interaksi Sosial
Sejumlah ahli sosiologi mengkhususkan diri pada studi terhadap interaksi sosial. Ini sesuai dengan pandangan ahli sosiologi seperti Max Weber bahwa pokok pembahasan sosiologi adalah tindakan sosial. Dalam sosiologi berkembang cabang yang mengkhususkan diri pada kehidupan sehari-hari yang dikenal dngan nama-nama seperti “the sociology of everyday life situations”, “the sociology of the familiar” dan “down to earth sociology”.
Ø Interaksionisme Simbolik
Diantara berbagai pendekatan yang digunakan untuk mempelajari interaksi sosial, dijumpai pendekatan yang dikenal dengan nama interaksionisme simbolik. Pendekatan ini bersumber pada pemikiran Goerge Herbert Mead. Jadi simbolik merupakan sesuatu yang nilai/maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang mempergunakannya. Makna suatu simbol hanya dapat ditangkap melalui cara non-sensoris.
Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme simbolik ada tiga. Pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makan yang dipunyai sesuatu tersebut baginya. Kedua, makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya. Ketiga, makna diperlukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran, yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya.
Ø Definisi Situasi
Konsep lain yang juga penting diperhatikan dalam pembahasan mengenai interaksi sosial ialah konsep definisi situasi (the difination of the situation) dari W.I.Thomas (1968). Berbeda dengan pandangan yang mengatakan bahwa interaksi manusia merupakan pemberian tanggapan (response) terhadap rangsangan (stimulus), maka menurut Thomas seseorang tidak segera memberikan reaksi manakala ia mendapat rangsangan dari luar. Menurutnya tindakan seseorang selalu didahului suatu tahap penilaian dan pertimbangan; rangsangan dari luar diseleksi melalui prosees yang dinamakannya definisi/penafsiran situasi.
Thomas terkenal karena ungkapannya bahwa orang mendefinisikan situasi sebagai hal yang nyata, maka konsekuensinya nyata. Yang dimaksutnya disini ialah bahwa definisi situasi yang dibuat orang akan membawa konsekuensi nyata. Thomas membedekan antara dua macam definisi situasi, definisi situasi yang dibuat secara spontan oleh individu, dan definisi situasi yang dibuat oleh masyarakat. Thomas melihat adanya persaaingan antara kedua macam definisi situasi tersebut.
Ø Aturan yang Mengatur Interaksi
Dalam bukunya, The Hidden Dimension (1982) Hall mengemukakan bahwa dalam interaksi dijumpai aturan tertentu dalam hal penggunaan ruang. Dari penilitiannya Hall menyimpulkan dalam situasi sosial orang cenderung menggunakan 4 macam jarak: jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial dan jarak publik.
Jarak intim antara 0-18 inci/ 0-45 cm. (berhubungan dengan panca indra).
Jarak pribadi antara 4-12 kaki/45 cm-1,22 m (suami-istri).
Jarak sosial antara 4-12 kaki/ 1,22 m-3,66 m (orang yang berinteraksi dapat berbicara normal dan tidak saling menyentuh).
Jarak publik antara (di atas 12 kaki/3,66 m) aktor/pritikus.
Hall antara lain membahas pula aturan mengenai waktu Hall pun mencatat bahwa dalam masyarakat berbeda dijumpai penggunaan waktu secara berbeda karena adanya persepsi yang berbeda waktu.
Menurut Hall dalam interaksi kita tidak hanya mmperhatikan apa yang dikatakan orang lain tetapi juga apa yang dilakukannya. Komunikasi nonverbal/bahasa tubuh kita gunakan secara sadar. Studi sosiologis terhadap gerak tubuh dan isyarat tangan ini dinamakan kinesics.
v Komuniakasi Nonverbal
Dalam kehidupan sehari-hari kita memang dapat mengamati bahwa orang dapat berkomunikasi tanpa mengucapakan kata sepatah pun, tapi dengan menggunakan gerak tangan atau sikap tubuh. Ini berarti bahwa kita tidak dapat menggerakkan tangan atau mengambil sikap tubuh dan gerak tangan telah diberi makna tertentu oleh masyarakat dan dijadikan petunjuk untuk mendefinisikan situasi.
v Interaksi dan Informasi
Karp dan Yoels antara lain mengemukakan bahwa untuk dapat berinteraksi untuk dapat mengambil peran orang lain seseorang perlu mempunyai informasi mengenai orang yang berada dihadapannya. Manakala ia asing bagi kita karena kita tidak mengetahui riwayat hidupnya dan/ atau tidak tahu kebudayaan maka interaksi sukar dilakukan. Menurut Karp dan Yoels orang mencari informasi  mengenai orang yang dihadapinya dengan mengamati ciri fisik yang diwarisi sejak lahir seperti jenis kelamin, usia dan ras, serta penampilan sebagai daya tarik fisik, bentuk tabungan uang, penampilan berbusana dan percakapan.
v Goffmen dan Prinsip Dramaturgi
Salah satu ahli sosiologi masa kini yang memberikan sumbangan penting terhadap kajian interaksi ialah Erving Goffman. Ia menggunakan prinsip yang dinamakan dramaturgi (dramaturgy), yang oleh margaret poloma didefinisikan sebagai pendekatan yang menggunakan bahasa  dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subjektif dan objektif dari interaksi sosial. Usaha Goffman untuk mempelajari interaksi dengan memakai bahasa dan khayalan teater ini agaknya diilhami oleh pendapat sheakespeare bahwa dunia merupakan suatu pentas dan semua laki-laki dan perempuan merupakan pemain.
Goffman menyatakan bahwa individu yang berjumpa dengan orang lain akan mencari informasi mengenai orang yang dijumpainya atau menggunakan informasi yang telah dimilikinya, antara lain tujuan memanfaatkan informasi tersebut untuk mendefinisi situasi.
Menurut Goffman dalam suatu perjumpaan masing-masing pihak membuat pernyataan dan pihak lain memperoleh kesan. Goffman membedakan dua macam pernyataan: pernyataan yang diberikan dan pernyataan yang dilepaskan. Menurutnya dalam proses ini masing-masing pihak akan berusaha mendefinisikan situasi dengan jalan melakukan pengaturan kesan.


v Dari Berjumpa Sampai Berpisah
Mark L. Knapp membahas berbagai tahap yang dapat dicapai dalam interaksi. Tahap interaksi yang disebutkannya dapat kita bagi dalam dua kelompok besar. Tahap yang mendekatkan peserta interaksi, dan tahap yang menjauhkan mereka. Tahap yang mendekatkan dirinci menjadi tahap memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying) dan mempertalikan (bonding).
Tahap dalam proses peregangan hubungan pun dirinci Knapp. Menurutnya tahap tersebut ialah membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumsribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dam memutuskan (terminating).
Suatu hal yang perlu dikemukakan pula ialah bahwa Knapp menvisualisasikan tahap interaksi laksana jenjang-jenjang pada anak tangga. Kita dapat bergerak terus ke atas sampai mencapai puncak anak tangga (pertalian), kita dapat bergerak terus ke bawah sampai anak tangga terendah (pemutusan hubungan). Namun kita dapat pula berhenti di satu anak tangga tanpa bergerak ke atas maupun ke bawah. Jadi riwayat suatu hubungan, menurut Knapp, laksana riwayat hidup manusia: mengalami tahap kelahiran, masa remaja, masa dewasa, masa pudar, dan kematian.
# TATANAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL #
Sebagaimana telah kita lihat dalam pembahasan mengenai pembagian sosiologi dalam mikrososiologi dan makrososiologi, maka mesososiologi dan makrososiologi mempelajari tatanan, makro mempelajari struktur sosial. Menurut Randell Collins (1981) makrososiologi menganalisis proses sosial berskala besar dan berjangka panjang.
Berbeda dengan mikrososiologi yang menggunakan sudut pandang sehari-hari, maka makrososiologi menggunakan sudut pandang struktur, makrososiologi menggunakan sudut pandang klasik Emile Durkheim. Menurut Douglas ciri makrososiologi menggunakan ialah antara lain, engikuti ilmu-ilmu alamiah seperti pencarian hukum sebab-akibat dalam masyarakat pengukuran variabel, dan pengujian proposisi dan penekanan pada penelitian terapan.
# TEORI SOSIOLOGI #
Untuk menjelaskan proses perubahan sosisal dan mendasar dan berjangka panjang di Eropa seperti industrialisasi, urbanisasi, dan rasionalissasi para ahli sosiologi klasik di masa lampau mulai berteori. Teori, menurut Kornblum, merupakan seperangkat konsep saling terkait yang bertujuan menjelaskan sebab-sebab terjadinya gejala yang dapat diamati.
Inti penejlasan ilmiah ialah pencarian faktor penyebab. Dalam proses pencarian sebab ini dibedakan antara faktor yang harus dijelaskan (explanandum) dan faktor penyebab (explanans), atau antara variabel tergantung (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable). Di samping penjelasan kausal dikenal pula bentuk penjelasan fungsional.
Teori menjawab pertanyaan: “Mengapa?” Pertanyaan yang hendak dijawab oleh teori sosiologi ialah mengapa dan bagaimana masyarakat dimungkinkan, dan dikenal dengan nama the problem of order.
Karena sosiologi mempunyai banyak teori dan paradigma maka sosiologi dinamakan suatu ilmu berparadigma majemuk.
Analogi organic merupakan suatu cara memandang masyarakat yang banyak kita jumpai dikalangan penganut teori fungsional isme dan mulai dijumpai dalam karya Comte. Pendekatan Comte berupa peminjaman konsep ilmu-ilmu biologi dinamakan pendekatan organicism. Comte merupakan perintis pendekatan positivisme yang memakai metode ilmiah untuk mengumpulkan data empiris. Positivisme dan organisisme kita jumpai pula dalam karya Spencer.
Spencer berpandangan bahwa masyarakat manusia pun berkembang secara evolusioner dari bentuk sederhana ke bentuk kompleks. Dalam proses peningkatan kompleksitas dan diferensiasi ini, menurut Spencer, terjadi pula diferensiasi fungsi. Durkheim secara rinci membahas konsep fungsi dan menggunakannya dalam analisis berbagai pokok pembahasannya.
Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi merupakan sumbangan suatu kegiatan terhadap kesinambungan struktur social. Malinowski bahkan berpandangan bahwa setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi penting dalam masyarakat.
Parsons merupakan tokoh sosiologi modern yang mengembangkan analisis fungsional dan secara sangat rinci menggunakannya dalam karya-karyanya. Merton melakukan rincian lebih lanjut dalam analisis fungsional dengan memperkenalkan konsep fungsi, disfungsi, fungsi laten, dan manifest.
Tokoh teori konflik ialah Marx. Sumbangan Marx kepada sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Weber pun dianggap sebagai penganut teori konflik.
Dahrendof melihat bahwa struktur masyarakat industri telah mengalami perubahan besar sejak zamannya Marx sehingga menolak beberapa diantara pandangan Marx. Coser terkenal karena pandangannya bahwa konflik mempunyai fungsi positif bagi masyarakat.
Hubungan antara dua oranng kekasih renggang dan akhirnya terputus tatkala salah seorang dipindahkan ke daerah lain sehingga biaya untuk berkomunikasi menjadi sangat mahal. Seorang dermawan memberikan secara berkala sumbangan dalam jumlah besar pada suatu yayasan amal, dan yayasan penerima sumbangan secara berkala pula menyatakan rasa terima kasihnya secara terbuka di muka umum; namun sumbangan dihentikan tatkala dermawan bersangkutan merasa bahwa pengurus yayasan kurang memperlihatkan rasa terima kasih mereka. Seorang siswa senantiasa belajar dengan  rajin karena orang tuanya selalu memuji prestasi belajarnya, sedangkan seorang siswa lain enggan belajar karena terus-menerus dikritik. Pelanggaran lalu lintas berkurang tatkala kebanyakan penggar dapat ssegera ditahan, diadili dan dijatuhi hukuman denda tinggi atau hukuman kurungan. Kasus ini mencerminkan adanya asas pertukaran dalam hubungan social antarmanusia, dan oleh sejumlah ahli sosiologi asas pertukaran dikembangkan menjadi teori untuk menjelaskan ada-tidaknya hunungan social.
Teori pertukaran awal mula di kembangkan oleh para ahli antropologi inggris seperti Malinowski,dan di perhalus oleh ahli antropologi perancis seperti mauss dan levis-strauss.homans berpendapat bahwa pertukaran yang berulang ulang mendasari hubungan social yang berkesinambungan antara orang tertentu. Teori blau berusaha menjembatani 2 jenjang analisis sosiologi,dan membatasi diri pada interaksi yang melibatkan asas pertukaran dengan mengakui bahwa tidak semua interaksi melibatkan pertukaran.
Teori yang mengkhususkan diri pada interaksi social mula mula bersumber pada pemikiran para tokoh sosiologi klasik dari eropa seperti simmel dan weber. Simmel berpandangan bahwa muncul dan berkembangnya kepribadian seseorang tergantung pada jaringan hubungan social yang di milikinya. Weber memperkenalkan interaksionisme dengan menyatakan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berusaha memahami tindakan social.
Tokoh sosiologi modern yang merintis pemikiran dasar mengenai interaksionisme ialah, antara lain, James, Cooley, Dewey, dan Mead. James terkenal karena pendapatnya bahwa perasaan seseorang mengenai dirinya sendiri seseorang muncul dari interaksinya dengan orang lain. Cooley terkenal antara lain mengembangkan konsep looking glass self yang intinya ialah bahwa seseorang menegvaluasi dirinya sendiri atas dasar sikap dan perilaku orang lain terhadapnya. Menurut Dewey pikiran seseorang berkembang dalam rangka usahanya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan bahwa pikiran tersebbut ditunjang oleh interaksinya dengan orang lain. Sumbangan pikiran penting Mead antara terletak pada pandangannya bahwa diri seseorang berkembang melalui tahap tertentu, dan bahwa dalam proses perkembangan diri ini seseorang belajar mengambil peran orang lain.
Thomas memperkenalkan konsep definisi situasi dalam sosiologi interaksi, yang intinya ialah bahwa sebelum bertindak untuk menanggapi suatu rangsangan dari luar, individu selalu member makna pada situasi yang dihadapinya. Blimer menjabarkan lebih lanjut pemikiran interaksionisme simbolik.
Dalam teori Goffman individu digambarkan sebagai pelaku pelaku yang melalui interaksi secara aktif mempengaruhi individu lain. Peter Berger membuat suatu kerangka pemikiran untuk memperlihatkan hubungan antara individu dan masyarakat.
Menurut Ritzer teori sosiologi di Amerika sebelum tahun 80-an ditandai oleh ekstremisme mikro-makro, yaitu konflik antara teori dan teoretikus ekstrem makro. Namun Ritzer mencatat bahwa sejak 80-an telah terjadi perkembangan baru dalam teori sosiologi. Ritzer mencurahkan perhatian pada tiga perkembangan, yaitu meningkatnya perhatian terhadap kaitan mikro-makro dalam sosiologi di Amerika Serikat, hubungan  antara agency dan sructure dalam sosiologi di Eropa, dan sintesis teori.
# METODE SOSIOLOGI #
Dalam usaha mengumpulkan data yang daapat menghasilkan temuan-temuan baru dalam sosiologi, para ahli sosiologi perlu memperhatikan tahap penelitian, yanag saling berkaitan secara erat. Sebelum memulai suatu usaha penelitian seorang ahli sosiologi terlebih dahulu harus melakukan tinjauan terhadap bahan-bahan pustaka agar dapat mengetahui temuan-temuan yang sebelumnya.
Setelah pertanyaan penelitian dirumuskan, peneliti harus menentukan metode penelitian yang akan digunakannya. Dalam ilmu-ilmu social dikenal berbagai metode pengumpulan data, seperti metode survai serta beberapa metode  nonsurvai seperti metode riwayat hidup, studi kasus, analisis isi, kajian data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, dan eksperimen.
Dalam penelitian survai hal yang hendak diketahui peneliti dituangkan dalam suatu daftar pertanyaan baku. Teknik survai mengandung persamaan dengan sensus; namun pasa sensus yang menjadi subyek wawancara adalah seluruh populasi sedangkan dalam teknik survai daftar pertanyaan diajukan pada sejumlah subyek penelitian yang dianggap mewakili populasi. Para subyek penelitian merupakan contoh yang ditarik dari populasi. Contoh dipilih secara acak atau dengan teknik penarikan contoh lain.
Pengamatan merupakan suatu metode penelitian di mana peneliti mengamati secara langsung perilaku para subyek penelitiannya dan merekam perilaku yang wajar, asli, tidak dibuat-buat, spontan dalam kurun waktu relative lama sehingga terkumpul data yang bersifat mendalam dan rinci. Dalam sosiologi dibedakan anatar penelitian di mana pengamat (1) sepenuhnya terlibat, (2) berperan sebagai pengamat, (3) berperan sebagai peserta, atau (4) sepenuhnya melakukan pengamatan tanpa terlibat apa pun dengan subyek penelitian. Salah satu kelebihan pengamatan terlibat bila dibandingkan dengan survai ialah bahwa pengamatan terlibat lebih memungkinkan terjalinnya hubungan dekat (rapport) antara peneliti dengan subyek penelitiannya.
Riwayat hidup merupakan suatu teknik pengumpulan data untuk mengungkapkan pengalaman subyektif dengan tujuan mengungkapkan data baru. Dalam penelitian dengan memakai teknik studi kasus bebagai segi kehidupan social suatu kelompok social menyeluruh.
Suatu masalah penelitian dapat pula diungkapkan dengan jalan menganalisis isi berbagai dokumen seperti surat kabar, majalah, dokumen resmi maupun naskah dibidang seni dan sastra. Suatu penelitian dapat pula dilakukan dengan mengkaji data yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, misalnya oleh berbagai instansi pemerintah serta pihak swasta, ataupun oleh peneliti lain.
Meskipun teknik eksperimen lebih banyak dijumpai dalam ilmu social lain seperti psikologi, namun dalam hal tertentu kita pun menjumpai eksperimen dalam sosiologi.
Dalam penelitian social sering dibedakan anatara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian yang memakai metode survai dan sensus menggunakan pendekatan kuantitatif, sedangkan penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengutamakan segi kualitas data dengan menggunakan teknik pengamatan dan wawancara mendalam.
Dalam pencarian maupun pemanfaatan ilmu seorang ilmuwan harus menghormati atuarn etika, seperti keikutsertaan secara sukarela, tidak membawa cedera bagi para subyek penelitian, asas anonimitas dan kerahasiaan,tidak memberikan keterangan yang keliru, dan menyajikan data penelitian secara jujur.
Analisis data kuantitatif dinamakan univariat bilamana yang dipelajari hanya satu gejala, bivariat bila yang ingin diketahui ialah hubungan antara dua gejala, dan multivariate bila yang dilakukannya deskripsi, sedangkan analisis data bivariat dan multivariate memungkinkan peneliti untuk melakukan pula penjelasan sebab-akibat.
Dalam penelitian kualitatif mempelajari catatan penelitian lapangan, yang secara rinci memuat hasil wawancara mendalam dan pengamatannya. Analisis data kuantitatif berlangsung terus-menerus semenjak peneliti mulai memasuki lapangan dan arah penelitian dapat berubah sesuai dengan hasil analisis di lapangan.
Metode penellitian yang dipergunakan ahli sosiologi sering terkait dengan teori dan peradigma sosiologi yang dianutnya. Menurut Ritzer masalah apa yang akan diteliti seorang peneliti, pertanyaan penelitian yang akan diajukannya, caranya mengajukan pertanyaan penelitian, dan aturan yang diikutinya dalam menafsirkan temuan penelitiannya ditentukan oleh paradigma yang dianutnya.
Menurut Ritzer sosiologi merupakan suatu ilmu yang berparadigma majemuk karena mempunyai tiga paradigma yaitu (1) paradigma fakta social, (2) paradigma definisi social, dan (3) paradigma perilaku social. Menurutnya, ketiga paradigma tersebut dibedakan satu dengan yang lain dalam tiga hal (1) exemplar (acuan atau contoh yang dijadikan teladan), (2) teori, (3) metode.
Menurut Ritzer paradigma fakta social menganut teori struktur-fungsi atau teori konflik dan menggunakan metode survai. Paradigma definisi social menggunakan teori tokoh seperto Weber, Parsons, Maclver, Mead, Cooley, Thomas, Blumer, Schutz, Husserll, dan Garfinkel, dan metode penelitian yang diutamakan ialah pengamatan. Sedangkan penganut paradigma perilaku social menggunakan teori perilaku social dati Burgess dan Busell, atau teori pertukaran dari Homans dan mengutamakan metode eksperimen.
Dalam dua dasawarsa terakhir telah berkembang berbagai metode penelitian baru dalam ilmu-ilmu social. Ada yang berorientasi pada masyarakat pedesaan dan ada yang berorientasi pada masyarakat perkotaan. Adapun yang khas diperintukkan bagi kaum perempuan sebagai subyek. Ada yang menaknkan pada segi kecepatan, dan ada yang menekankan pada segi partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Teknik analisis data kuantitatif pun berkembang pesat dengan memanfaatkan perkembangan dalam statistika. Perkembangan ini mengakibatkan kesenjangan antaar teknik yang digunakan dalam komunikasi ilmiah di tingkat Internasional dengan teknik yang kini masih mendominasi buku teks, bahan kuliah, dan praktek penelitian kuantitatif para ilmuan social kita.  

1 komentar:

  1. Ass.. Wr Wb.

    Ya Ike Nurohmah yang baik. reviewnya telah saya baca dengan baik, shg saya dapat memahami selayang pandang tentang sosiologi. Terimakasih atas jasa baiknya. allah memberkahi, Allah pasti menambahkanilmumu. ibarat siapa menanam akan menuai hasil yang berlimpah.

    BalasHapus

Translate

Pengikut